Kamis, 08 September 2011

NO TITLE



BAB 1

            Setiap manusia memang harus berusaha meniti kehidupan yang mereka inginkan, walaupun susah. Tapi terkadang setiap manusia pun harus tahu bahwa tak semua keinginan yang mereka harapkan akan terpenuhi. Ada beberapa harapan yang selamanya akan menjadi harapan kosong yang masih berarti. Dan semuanya ini adalah kehendak-Nya, kehendak Sang Pencipta, Allah SWT, bukan diri kita. Hidupku mulai berubah saat aku mulai menginjak yang namanya umur 13 tahun saat aku ada di bangku kelas 2 SMP. Aku merasa ada pribadiku yang berubah saat itu, yang sebelumnya aku masih jadi anak perempuan yang penurut dan tahu akan nasehat. Aku sendiri tak tahu apa sebenarnya  alasan aku berubah. Apakah karena aku mengenalnya?
            Hari ini adalah hari pertama aku menjadi anak kelas 2 SMP dan sekaligus menjadi kakak kelas yang sepertinya kebanyakan menindas adik-adik kelas. He. Tapi aku bukan kakak kelas yang seperti itu ya. Soalnya, aku paling nggak tega kalau harus mengerjai adik kelas. Sok iya banget yach… Hehehehe…! Pagi ini aku berangkat dengan hati yang cukup lumayan deg-degan. Nggak tahu kenapa hari ini aku ngerasa nervous banget. Aku berangkat ke sekolah naik becak. Begitu sampai di depan gerbang sekolah aku melihat banyak sekali anak berseragam SD di halaman depan sekolahku. Oh, ternyata mereka semua murid baru yang sama sepertiku, memulai hari pertama di SMP ini. Oh ya, aku belum memperkenalkan diriku ya..?? Namaku Chika Putri Ramadhan. Kalian bisa panggil aku  cukup dengan Chika. Soalnya temen-temenku juga biasanya panggil aku dengan sebutan itu. Eh, lanjut. Jujur, aku merasa geli saat aku melihat adik-adik kelas baruku. Mereka semua memakai pita rambut yang walaupun jumlahnya cuma 4 ikatan tidak seperti sekolahan lain yang jumlah ikatannya cukup banyak dan membuat mereka terlihat lebih lucu lagi. Hehehe… Jadi inget pas dulu. Sama kayak mereka, aku pun di MOS. Saat itupun kita sebagai murid baru diwajibkan untuk memakai 4 pita untuk mengikat rambut kita menjadi 4 ikatan. Selain itu, kita juga diwajibkan memakai tas dari kresek, sekaligus memasang papan nama yang terbuat dari kertas asturo dengan warna sesuai dengan kelompok MOS kita. Kelompokku memakai kertas asturo dengan warna biru, warna kesukaan mamahku. Sesaat kemudian aku tersadar. Duh, jadi ternostalgia nih, sampe-sampe lupa mau cepet-cepet masuk ke kelas. Dengan langkah setengah berlari, aku berjalan ke arah koridor kelas 2. Koridor yang nantinya akan setiap hari kulalui karena aku telah menjadi anak kelas 2 SMP. Akhirnya aku sampai di taman depan kelas 1A yang sebenernya sih nggak bisa disebut taman, abis banyak kayu-kayu nggak jelas gitu. “Chika…..!!! Kita sekelas lagi!!!”, seru Veny dari depan pintu kelas 2E. Dan aku hanya bisa memandang bingung ke arahnya. Secara baru aja datang langsung diteriakin kayak geto, hehehe. Dasar anak aneh. Kemudian aku mendekatinya. “Apa tadi lo bilang kita sekelas?? Kelas berapa?? Kok gue sekelas lagi sama lo??”, kataku dengan pandangan pura-pura kecewa. Hehehe.. “Chika kok gitu sich… Jahat ih..”, jawab Veny manyun alias cemberutnya nggak ketulungan. “Hahahaha… Canda kali Ven..! Aku malah seneng kali bisa sekelas lagi sama lo. Hehehe… Udah donk jangan cemberut lagi… ^-^.. smile!! Eh ya, tempat duduk kita yang baru mana ya?? Yang mana nih Ven?? Di depan kan??”, kataku mengalihkan pembicaraan. “Oya!! Jangan khawatir, gue kan ngerti lo banget. So, langsung aja gue tempatin tempat duduk paling depan and persis banget depannya papan tulis. Hehehe..”, jawab Veny kilat. “Ya deh… sahabatku satu ini pengertian banget… Makasih ya pren!! Eh gue taruh tas dulu ya..”, kataku sambil memasuki kelas baruku. Aku melihat ke sekitar, wajah-wajah yang agak asing buatku, walaupun ada beberapa yang sudah aku kenal, seperti temen sekelasku pas aku kelas 1A dan temen-temen kelas sebelah, kelas 1B. Sedangkan untuk teman-teman yang lain, aku belum pernah mengenalnya. Setelah aku menaruh tasku di bangku yang tadi Veny tunjukkan, aku segera menghampiri Veny yang menungguku di depan pintu kelas baru kami. “Mau kemana lagi nih Bu??”, tanyaku pada Veny. “Ba.. Bu... Ba.. Bu… enak aja!”, cemberut lagi. “Bercanda sih Ven.. He. Peace ah..”, kataku. “Liatin anak-anak kelas satu di MOS aja yuk. Kayaknya seru, sambil inget-inget jaman jebot boo… Hahaha..”, saran Veny. “Duduk di taman ini aja ya… Ntar mereka juga bakalan pada lewat ke sini kok. Yakin!”, kataku yakin. “Eh iya, kamu kan anak OSIS, kok nggak ikut nge-MOS? Kenapa?”, tanya Veny. “Nggak kenapa-kenapa. Males aja ikut panas-panasan gitu. Lagian capek. Ya kan?”, jawabku sambil mulai duduk di taman percis depan kelasku. Tak lama kemudian Yunus menghampiriku. “Lagi apa woy!? Ira kok duduk ning kene? Kenapa nggak ikutan nge-MOS anak-anak kelas 1?”, tanya Yunus. (Ntu artinya, lagi apa woy!? Kamu kok duduk di sini?, dengan kata lain ira tu artinya kamu sedangkan kita artinya saya. Bahasa apa coba?? Ya bahasa Cirebon donk!! Ngerti bli cung!!? He.) “Nggak apa-apa. Eh Nus, kita sekelas ya? Lo duduk di sebelah mana?”, tanyaku. “Kita duduk di bangku paling pojok belakang sama temen pramuka kita. Ira ning Endi??”, kata Yunus padaku. “Ntu bangku yang ada tas warna pink nya. Hehe..”, jawabku sambil cengir. “Dasar maniak pink!! Liat bocah kang lagi pada di mos yuk!?”, ajak Yunus. “Nggak ah kita nunggu ning kene bae. Males panas-panasan, ntar item. Ira bae gih sana nonton bareng temen pramuka ira.”, jawab Veny yang sepertinya sependapat denganku. Hh... hari ini emang kerasa panas banget! Karena nggak berhasil ngebujuk kita buat nonton mos anak kelas 1, akhirnya Yunus pergi meninggalkan kita berdua yang kemudian sepertinya mendekati temen pramukanya. Beberapa menit kemudian. “Kayaknya bentar lagi masuk deh, masuk ke kelas aja yuk. Abis lama sih nunggu anak kelas 1 lewat. Yuk!?”, ajak Veny sambil narik tangan kananku agar mengikutinya masuk ke kelas. Aku pun akhirnya pasrah, dan kemudian mengikutinya dari belakang.
            Perasaanku hari ini, seneng sih, tapi nggak tahu kenapa kerasa ada yang ilang aja. Apa mungkin karena kelulusan kakak kelas 3 kemarin?? Atau karena aku sekelas lagi sama anak paling cerewet yang pernah aku temui? Hehe nggak dink canda. Secara nggak mungkin gitu gara-gara Veny. Justru aku malah seneng bisa sekelas lagi sama orang memang dari awalnya aku harapkan untuk sekelas lagi denganku di kelas 2 ini. Ya, sepertinya gara-gara kakak itu. Namanya Kak Vicky, Vicky Aditya Perdana. Itu nama yang aku baca di seragam yang dia pakai saat aku masih dalam masa MOS dulu. Sepertinya aku suka sama dia. Ini berawal dari tugas MOS, untuk meminta tanda tangan kakak OSIS. Aku bingung. Sepertinya aku dapat tanda tangan yang sedikit. Siapa lagi ya yang bakal aku mintai tanda tangan secara aku nggak tahu siapa nama dan jabatannya. aku melihat ke sekeliling. Adakah kakak kelas yang bisa aku mintai tanda tangan?? Pandanganku tertuju pada sejumlah anak-anak yang sedang berkerubung. Sepertinya mereka sedang meminta tanda tangan pada seorang kakak cowok yang wajahnya tidak begitu jelas ku lihat. Nggak pake acara banyak mikir, langsung aja aku ikut mengerubungi kakak itu. Tak lama kemudian sepertinya kakak kelas itu akan meninggalkan kerubungan itu karena kegerahan. Dan dugaanku tepat, dengan sigap kakak cowok itu menerobos kepungan yang dibuat beberapa anak kelas 1. Aku sedikit kecewa, namun tak apa. Aku mencari kakak kelas di tempat lain. Sepertinya beberapa dari mereka bersembunyi untuk menghindari kepungan anak-anak kelas 1 yang sebenarnya karena ulah mereka sendiri, akhirnya mereka diburu oleh anak-anak kelas 1. Aku mulai menyusuri SMP baruku yang sebenernya aku bingung ruangan apa itu semua?? Kelas kah? Atau kantor kah??? Dimana kakak kelas yang lain?? Kenapa semuanya nggak ada?? Aku mulai putus asa dan sepertinya lagi aku sudah mulai malas mencari kakak-kakak kelas yang notabene rese-rese. Yah maklum baru punya adik kelas kayaknya. Tapi sesaat kemudian aku teringat pada kakak cowok yang tadi belum sempat aku mintai tanda tangannya. Dengan segera aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Namun usahaku sia-sia. Tak kutemukan dia di tempatku berdiri sekarang. Semakin lama semakin malaslah aku untuk mencari kakak kelas yang bakal aku mintain tanda tangannya. Tanpa sadar aku sedang menuju ke taman depan ruang OSIS. BUUKK!!! AUUWW!! Bahu kananku sakit! Ni orang matanya kemana sih?? Pikirku dalam hati. Saat aku mengangkat wajahku, aku melihat sesosok cowok yang tinggi, putih, dan.... cakeeeep!!!! Kayaknya aku sempat melihatnya barusan. Tapi dimana ya?? “Dek..?? Sakit nggak bahunya?? Maafin kakak ya...”, katanya yang membuatku ingat kapan dan di mana aku bertemu dengan cowok ini. “Ah, nggak kok Kak. Cuma sakit dikit sih. Oya, kakak ini OSIS kan? Yang barusan dikerubungin anak-anak, trus pergi gitu aja gara-gara kakak dikepung ama anak-anak baru kayak aku ya??”, tanyaku. “Loh, lo kok tahu?”, tanya si kakak cowok itu. “Ya jelaslah gue tahu, orang gue juga pengen minta tanda tangan kakak tapi kakaknya keburu pergi..”, jawabku polos. “Ya sorry lah.. Ya sudah mana bukunya? Sini gue tanda tanganin.”, katanya sambil mengulurkan tangan kanannya kepadaku seraya meminta bukuku untuk dia tanda tangani. “Nih..”, kataku sambil menyodorkan buku yang kakak itu minta. Beberapa saat aku tertegun melihat wajah kakak itu. Ya ampun. Cutenya!!! “Nih udah selesai..”, katanya singkat yang sekali lagi membuyarkan pikiranku. Eh.. kakak ini nulis lengkap namanya berserta jabatannya di OSIS. “Makasih banget kak!!”, ucapku sambil melemparkan senyum manis padanya sebagai bentuk ucapan terima kasih. “Sama-sama. Lagian itu juga sebagai ucapan maaf udah nabrak lo.”, katanya lembut banget. Dan sepertinya aku tersipu malu, entah memerah atau tidak. Yang jelas mulai saat itu aku merasa aku mulai mengaguminya. “WOY..!!! Kamu lagi kenapa sih?? Kok senyum-senyum sendiri? Pake acara mukanya memerah lagi.. Lagi mikirin apa sih?? Mikirin… COWOK YA??”, ejek Veny terang-terangan. “Ih siapa lagi yang mikirin cowok! Orang aku lagi nginget-nginget kak Vicky..”, uppsss…keceplosan deh..pikirku. “Tuh kan… Bener… Cowok! Kak Vicky…!! Cie..!! Masih inget aja nih… Kangen ya..?”, ejek Veny sekali lagi, dan ini benar-benar membuatku tersipu-sipu luma alias malu. Langsung aja aku pura-pura ngehirauin ejekannya Veny. Begitulah. Dan akhirnya aku terselamatkan oleh kedatangan wali kelasku yang baru. Ternyata beliau itu guru bahasa Indonesia aku juga loh!! Senangnya..
            “Assalamu ‘alaikum anak-anak!”, sapa wali kelasku itu. “Perkenalkan nama ibu, Tating Tresnowati. Di kelas ini, ibu mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia. Sekarang, giliran kalian memperkenalkan diri. Tapi sebelumnya, apabila ada yang ingin ditanyakan terlebih dahulu maka tanyakan saja sekarang. Ada yang ingin bertanya?”, ujar beliau. Beberapa saat kemudian, “Bu, Ibu rumahnya dimana? Kalau saya mau main ke rumah Ibu kapan-kapan boleh nggak Bu?”, tanya seorang cowok yang duduk di pojok belakang, dan sebangku dengan Yunus. “Mm… Rumah Ibu di PERUMNAS. Kalau ingin alamat yang lebih jelas nanti saja saya berikan ke kamu sehabis pelajaran ini. Oya. Apabila dari kalian yang ingin menghubungi saya via telepon, kalian dapat menghubungi saya di nomor 0231 235689. Mm.. baik ada lagi yang ingin bertanya?”, jawabnya. Untuk beberapa saat ibu Tating menunggu kemungkinan pernyataan selanjutnya, namun sepertinya tidak ada. “Baik. Apabila tidak ada yang akan bertanya lagi, sekarang ibu ingin kalian memperkenalkan diri kalian masing-masing kepada Ibu dan teman sekelas kalian. Dimulai dari bangku paling depan dari posisi sebelah kiri ibu berdiri sekarang.”, pinta Ibu Tating. Anak pertama mulai maju ke depan kelas untuk memperkenalkan dirinya kepada kita-kita anak sekelas. Namanya Inne. Sepertinya, dia tipe orang yang agak pemalu dan pendiam deh. Habis dari cara bicaranya, singkat banget. Tapi, ga apa-apa kok. He. Kedua, namanya Putri. Cantik yah anaknya! Kayaknya sebangku ini anaknya pendiam semua deh! Hehehe.. gpp. Emm.. terus kayaknya lagi, kalau Putri selesai memperkenalkan diri, giliran aku deh yang maju ke depan buat ngenalin diri sama anak-anak. Hhh…
            YUP!!! SEKARANG GILIRANKU DEH!! Mm.. ayo Chika berani!! Sesampainya di depan kelas, “Assalamu ‘alaikum.. Mmm.. Namaku Chika Putri Ramadhan, aku dari kelas 1A. Mm.. aku, paling suka sama semuanya yang bernuansa pink. Aku tinggal di Jalan Dr. Sutomo nomor 32A. Senang berkenalan dengan kalian.”, sapaku pada semua teman sekelasku. “Baik. Ada yang ingin kalian tanyakan pada.. Chika?”, kata Ibu Tating yang sepertinya sedang mulai menghafal nama-nama kami. “Ada Bu!”, seru seorang cowok yang tadi melontarkan pertanyaan kepada Ibu Tating. “Ya, kamu. Sebutkan terlebih dahulu siapa nama kamu, kemudian kamu mulai bertanya.”, kata Ibu Tating. “Nama saya Adit. Mm, oya, kamu bilang kamu suka pink ya? Kenapa suka pink? Padahal merah bagus loh! Pink itu kan jelek!! Norak lagi! Mm.. lagian sama warna kulit kamu, agak kurang pantes gimana gitu..”, tanyanya yang lebih tepatnya sebuah ejekan. “Maaf, kalau menurut saya, mau saya suka warna pink kek, biru kek, merah kek. Bukan urusan kamu deh!! Dan untuk urusan pantes nggak pantes, EMANG GUE PIKIRIN..!!”, tukasku kesal. “Udah.. Udah! Kok malah ribut?! Ya sudah.”, henti Ibu Tating. “Nanti dulu bu, tadi aku nggak begitu jelas sama namanya? Nama dia siapa sih Bu?”, tanya cowok itu sekali lagi. “C H I K A  P U T R I   R A M A D H A N. Sudah cukup jelaskah??”, jawabku singkat, yang kemudian diikuti oleh anggukannya. “Ya baiklah sudah cukup. Chika silahkan kembali ke tempat duduk kamu sekarang.”, perintah Ibu Tating padaku. Ih nyebelin banget sih tuh cowok!!!! Pertanyaannya nggak ada yang mutu!!!!!!!!! Gila!!! Dasar sakit jiwa!!!!! Akhirnya sekian jam aku habiskan bersama dengan rasa kesalku pada cowok super sakit jiwa tadi!!! Satu persatu temanku maju. Namun hanya beberapa nama saja yang nyangkut di otakku. Mungkin bisa diitung pake jari. Tak lama kemudian, bel istirahat pun akhirnya berbunyi. Dan ini tandanya bahwa mata pelajaran pertama kami akan segera usai hanya dengan hitungan menit bahkan mungkin detik. Ibu Tating pun akhirnya meninggalkan kelasnya untuk beranjak menuju ruang guru yang letaknya pas di depan kelasku. Dan dengan segera, “Chika ke kantin yuk, beli baso cuanki. Laper banget nih..”, rengek Veny padaku. “Iya bentar…”, kataku santai menanggapi rengekan Veny yang semakin menjadi. “Duh Chika, perutku tuh ya, udah nggak tahan… cacingnya tuh udah manggil-manggil tau!! Gimana kalo gue duluan aja ke kantin ntar lo nyusul sama sapa kek,, gimana?? Yah?”, pinta Veny yang sepertinya sudah terlalu lapar. “Ya udah gih sana. Ntar gue nyusul. Ya udah buruan sana ntar cacingnya malah makanin kulit lambung lo. Hehehe…”, kataku yang sedikit mengejek. Akhirnya Veny pun segera menuju ke kantin kesayangannya itu untuk membeli makanan kesukaannya. Veny… Veny… Dia terlihat naas saat dia sedang kelaparan. Hahahaha…. Aku kembali membereskan tas ku yang tadi pas mata pelajaran ibu Tating, aku mengeluarkan satu buku tulis kosong dan tepak pensilku (tepak=tempat pensil). Yup, beres!! Tapi kayaknya rambutku acak-acakan deh. Hehe… sisiran dulu ah!!! Nggak apa-apa kan toh si Veny sepertinya masih ngantri buat ngedapetin satu mangkok baso cuanki kesukaannya. Aku kembali lagi duduk di bangkuku, dan kemudian mengambil sisir dari dalam tas ku. Aku melepaskan tali rambut yang sedari tadi mengikat rambutku, dan mulai merapikan rambutku. Pas aku lagi ngerapihin rambutku, “EH… HEH..!! Lo yang lagi nyisir!”, kata sebuah suara. Aku menoleh ke arah datangnya suara itu. “Maksud lo gue?!”, tanyaku sinis. Ternyata suara itu milik cowok nyebelin itu!! “Ya iyalah, siapa lagi coba.”, katanya yang membuatku semakin sebel sama tu cowok. “Ada apa ya?!”, tanyaku jutek. “Nggak, boleh tau nama lo lagi nggak?? Tadi gue nggak begitu jelas.”, tanyanya yang sepertinya lebih sopan dari sebelumnya. “Nama gue??? Siapa ja!!”, kataku kesal. “Kok gitu!! Gue kan nanya baik-baik.”, balasnya. “Tanya aja sama cewek yang di depan lo! Dia tau nama gue!!”, kataku sambil berlalu meninggalkan hal yang nggak penting kayak cowok itu. Di seperjalanan aku mulai ngedumel (bergumam kesal), aneh banget sih tu cowok!! Nggak penting banget!!! Tanpa sadar aku sudah sampai di kantin dan Veny sedang asyik melahap basonya. Hh.. “Napa sih lo??? Kucel gitu mukanya? Pake acara ditekuk lagi pula!!”, tanya Veny aneh. “Nggak. Lo tadi tahu kan cowok super nyebelin yang pas pelajarannya ibu Tating nanya pertanyaan yang nggak penting sama gue??”, kataku curhat. “Ya inget!! Emang kenapa??”, tanyanya penasaran. “Tadi tuh ya, ngulang lagi pertanyaannya. Pake basa basi nanya nama gue lagi! Apa nggak risih??!!”, kataku yang sepertinya sambil manyun. “Suka kali sama lo.”, kata Veny seperti tanpa dosa. “Ihh… amit-amit deh!! Nggak banget!! Udah ah mau beli soto dulu. Jadi laper gue!!”, kataku muak ngebayangi hal menjijikan macam itu. Kemudian aku beli soto, dan melahapnya seperti orang yang kelaparan padahal sebenernya lagi marah. Ya, dengan itulah aku bisa meluapkan kekesalanku. Yup!
            Hari ini adalah hari kedua aku menjadi anak kelas 2 SMP. Dan mungkin gara-gara cowok rese itu, hari ini menjadi hari yang biasa saja, bahkan mungkin akan menjadi hari yang sangat menyebalkan, dan ini bener-bener karena ulah cowok aneh itu. ARRRRGGGHHHH…..!!!!!!!! BODOH!! Aku mulai melewati koridor kelas 1. Nggak tahu kenapa, tiba-tiba aku ngerasa kangen banget sama kak Vicky. Di tangga itu, aku pernah ngumpet supaya nggak ketahuan sama kak Vicky. Hari itu adalah hari perpisahan kakak kelas 3 sekaligus kenaikan kelas 1 dan kelas 2. Di kelas 1A aku meraih rapor caturwulan 3, dan ternyata aku meraih rengking 3 di kelas. Seneng banget. Tapi nggak tahu kenapa, ada yang kerasa ngeganjel  di hati. Nggak lama kemudian, Veny ngajak aku masuk ke aula buat nonton acara perpisahan kakak kelas 3 yang notabene didominasi anak-anak kelas 3 dalam penampilan acara tersebut. Ada rasa enggan buat aku masuk ke aula itu. Semakin aku mendekati aula itu semakin muncul rasa enggan itu. Tapi dengan paksaan Veny, aku pun akhirnya masuk ke aula itu. Di dalam sana aku melihat senyum bertebaran di raut wajah kakak kelas 3. Sepertinya mereka sangat bahagia. Namun, ternyata dibalik senyuman itu ada rasa haru dalam pandangan semua anak kelas 3. mereka sangat merasa bahagia dan juga sedih karena mereka sadar bahwa sebentar lagi mereka itu bukan anak SMP lagi. Aku memusatkan perhatianku pada panggung yang ada di aula. Akan ada sebuah band yang tampil di sana. Aku melihat sosok yang nggak asing buatku di atas panggung itu. Itu kak Vicky. Band itu band anak kelas 3E, yang sedang melakukan persiapan. Beberapa menit kemudian, band itu siap tampil. Dan tatapan dan perhatianku semakin terpusat pada band yang akan tampil beberapa detik lagi. Nada demi nada mulai di lantunkan. Seiring dengan lantunan itu, air mataku mulai jatuh membasahi pipiku tanpa aku sadari sedikitpun. Veny yang duduk di kursi depan aku lah yang menyadari kalau aku sedang menangis. “Chik, lo kenapa?? Kok nangis?? Duh… jangan nangis gitu donk. Ini pasti gara-gara gue deh ngajak elo nonton acara perpisahan ini, yang sekarangnya si Vicky lagi pentas di panggung. Duh… sorry ya Chik, gue nggak maksud buat bikin lo nangis. Lagian juga gue nggak tahu kalo nantinya Vicky bakalan tampil ngeband di acara perpisahan ini. Sorry ya, Ka..”, ujar Veny yang sepertinya ngerasa bersalah. “Iya ya. Kok gue nangis ya? Harusnya gue kan seneng hari ini karena hasil rapor gue dan karena kelulusan kak Vicky, orang yang gue suka selama ini.”, kataku. “Kenapa lo nggak bilang suka aja sama dia?”, usul Veny padaku. “Ya nggak mungkinlah, secara pertama dia udah punya cewek, selain itu juga elo tahu sendiri kan gue itu macem cewek yang kayak apa. Gue itu bukan cewek yang suka banget sama dandan, gue juga termasuk cewek yang agak tomboy, ngasal, dan semacemnya lah. Dan karena itu, jangankan buat sekedar dengerin gue ngomong, ngeliat tampang gue aja kayaknya nggak bakalan mau deh.”, jelasku panjang lebar. “Ya nggak gitu juga sih.. Ya udah, lupain aja ya. Nikmatin aja hari ini. Ok, Pren!!?”, hibur Veny. Kemudian aku melihat lagi ke arah panggung, namun kali ini pandanganku tertuju pada salah satu teman aku yang lagi ngambilin foto penampilan bandnya kak Vicky. Tiba-tiba terlintas dipikiran aku sebuah ide.
            Saat teman aku itu lewat disamping barisan tempat duduk aku, aku langsung manggil temen aku itu. “Hei WT!!”, seruku. Begitulah aku memanggil namanya, sama halnya seperti teman-temanku. Nama lengkapnya sih Wuliandari Tri Putri, bisa disingkat WT, he… “Hei, Ka! Ada apa?”, tanyanya. “Eh elo tadi ngambil foto bandnya kak Vicky kan? Lengkap nggak anak-anaknya?”, selidikku. “Emang kenapa Ka?”, tanyanya singkat. “Nggak. Gue boleh ikut afdruk nggak? Ikut nyetak fotonya gitu..”, pintaku. “Elo suka sama salah satu personelnya ya?? Siapa? Kasih tahu gue donk.. hehehe.”, tebaknya yang kebetulan tepat. “Emm… Ada dwehh… tapi boleh kan??”, tanyaku sekali lagi. “Iya boleh aja kok. Berhubung karena film kamera gue udah penuh, so, gue mau cuci cetaknya sekarang. Lo mau ikut?”, katanya. “MAU.. MAU!!! YUK! Eh Ven, gue tinggal lo dulu ya, soalnya gue mau cetak fotonya Vicky.”, seruku sambil keceplosan. Uppss… “Jadi lo suka sama Vicky? Ya ampyuuunn.. tahu gitu gue ajak lo main ke rumah.”, kata WT. “Maksud lo?”, tanyaku bingung. “Rumahnya kak Vicky itu kan pas banget sebelah rumah gue. Ah, elo sih baru bilang.”, jelas Veny. “Ya… derita gue kali… he! Ya udah yuk ntar kak Vicky nya keburu pulang.”, ajakku. “Emang elo mau ngapain?”, selidik WT. “AH elo nanya mulu! Kapan berangkatnya??”, kataku sedikit risih. “Iya.. iya.. Kita berangkat sekarang.. Cabut dulu ya Ven!”, pamit WT. Aku dan WT akhirnya berangkat menuju ke tempat cuci cetak foto.
            Setelah fotonya dicetak aku sama WT balik lagi ke sekolah. Kami berdua berpisah di depan gerbang masuk. WT udah punya rencana lain sama cowoknya. Akhirnya, aku jalan sendiri masuk ke dalam. Langkahku terhenti saat aku sampai di depan kelas 1B. Aku melihat kak Vicky berdiri tepat di depan aku. Sangat tepat di depanku. Nafasku seakan berhenti sejenak. Dan aku terdiam. “HEI!!!! Kamu kenapa?”, katanya yang lembut yang membuyarkan rasa shockku. “Eng… Eng… Enggak kenapa-napa kok..”, kataku sedikit terbata-bata. Tiba-tiba kak Vicky tersenyum depan aku sambil bilang, “Chika, aku udah tahu kok dari Veny.”. WHAT?? VENY BILANG APA AJA KE DIA??! “Emangnya… Elo.. tahu apaan??”, kataku, yang sepertinya masih terbata-bata. “Veny bilang ke aku kalo kamu suka sama aku sejak aku nabrak kamu waktu MOS lo dulu. Veny bilang semuanya kok. Aku nggak akan bersikap seperti yang kamu pikir. Aku juga sayang sama kamu.. tapi aku sayang kamu seperti adik aku sendiri.”, jelasnya padaku sambil mengusap-usap kepalaku, seperti terhadap anak kecil. Aku kembali tertegun melihat sosok yang ada di hadapanku ini. Tidak mengapa jika dia menganggapku sebagai adik saja. Yang terpenting buatku sekarang adalah dia tahu kalau aku pernah suka sama dia. Walaupun hanya itu, aku sudah cukup senang. Terima kasih Veny. “Eh, yang kamu pegang itu apa Chika??”, tanyanya yang mengarah pada beberapa lembar foto yang sedang aku pegang. “Oh.. ini foto bandnya kakak. Tadi temen aku ngambil foto bandnya kakak. Trus udah itu aku ikutan cetak foto bandnya kakak, soalnya.. aku takut kalo aku nggak akan ketemu lagi sama kakak. So, boleh aku minta tanda tangannya???”, jawabku menjelaskan. “Ya ampun Chika, kayak apa aja. Ya boleh kali…”, katanya sambil meraih beberapa foto yang kupegang sedari tadi. Hari ini aku seneng banget. Soalnya ini pertama kali aku ngobrol sama kakak secara akrab. Aku senang dan ini berkat Veny. Sampai sekarang foto itu masih tersimpan dan kuletakkan di tengah-tengah lembaran buku harianku. Aku memang menyukai kak Vicky, namun sepertinya aku bahagia dengan pernyataan kak Vicky waktu itu. Dan sekali lagi ini berkat Veny, sahabat baikku.
            DUH!!! Gara-gara keinget kak Vicky lagi aku sampe lupa mau ke kelas. Uuhh.. sampe kapan sih aku harus suka sama kak Vicky!!! Sampe kapan???! Hh..!! Sesampainya di dalam kelas aku langsung disambut oleh Veny yang sepertinya sudah dari tadi dia sampai di sekolah. Tak lama kemudian bel masuk pelajaran pertama pun dimulai. Pelajaran pertama hari ini adalah mata pelajaran bahasa Inggris. Guru bahasa Inggris di kelasku bernama Ibu Indah. Kelihatannya sih Bu Indah bukan termasuk guru yang galak. Tapi nggak tahu juga tuh. Yah sudahlah nggak terlalu penting ini. Hehehe! Pokok bahasan pertama kami tentu saja masih berkutat pada yang namanya perkenalan yang kata Ibu Indah sih namanya “INTRODUCTION”, dengan segala logat yang dimiliki oleh Ibu Indah. Lucu ternyata kalau Ibu Indah lagi ngomong. Logat Sundanya kedengeran buangeeeettt!!! Hehehe. Tapi nggak apa-apalah, asyik juga punya guru unik. Seperti hari kemaren, perkenalan diri pun dimulai dari tempat yang sama. Satu persatu teman-temanku memperkenalkan diri mereka masing-masing sambil memakai bahasa Inggris yang mereka kuasai. Ada yang merasa canggung. Ada juga yang terlihat sangat percaya diri. Tapi aku salut loh sama mereka. Nggak kerasa, giliran aku nih sekarang. Rada canggung juga sih secara belum kenal semua anak di sini. “Assalamu ‘alaikum.. Hai Friends!! In this moment I wanna introduce my self. My name is Riska Ramadhini. I was born on March, 28th 1990. Now I live at Jalan Dr. Sutomo 20H Kesambi Cirebon. Do you know that street?? Ok. Of course I love pink very much. I always collect everything with pink colour. If you have everything with pink colour, you can tell me, and I will change your property with mine. OK. It is enough for me to introduce my self. Any question for me?”, jelasku yang lumayan cukup panjang lebar dan deg-deg-an. 1 menit aku nungguin pertanyaan dari teman-teman baruku. Tapi sepertinya nggak bakal ada yang tanya. Alhamdulillah deh. Hehehe. Fiuuuhhh…!! Giliranku usai. Sekarang gililran Veny dan teman-teman lainnya. Jujur, sebenernya sih agak BT juga sih buat nungguin anak-anak perkenalan nggak jelas. Tapi banyak juga kok teman-teman aku yang gokil abis. Jadi suasana yang harusnya ngebosenin, karena ulahnya mereka-mereka yang gokil, suasana pun jadi ngasikin, walaupun nggak terlalu sih buat aku, yang notabene gampang bosenan sama suatu hal. (bersambung)