BAB 1
Setiap manusia memang
harus berusaha meniti kehidupan yang mereka inginkan, walaupun susah. Tapi
terkadang setiap manusia pun harus tahu bahwa tak semua keinginan yang mereka
harapkan akan terpenuhi. Ada beberapa harapan yang selamanya akan menjadi
harapan kosong yang masih berarti. Dan semuanya ini adalah kehendak-Nya,
kehendak Sang Pencipta, Allah SWT, bukan diri kita. Hidupku mulai berubah saat
aku mulai menginjak yang namanya umur 13 tahun saat aku ada di bangku kelas 2
SMP. Aku merasa ada pribadiku yang berubah saat itu, yang sebelumnya aku masih
jadi anak perempuan yang penurut dan tahu akan nasehat. Aku sendiri tak tahu
apa sebenarnya alasan aku berubah. Apakah karena aku
mengenalnya?
Hari ini adalah hari
pertama aku menjadi anak kelas 2 SMP dan sekaligus menjadi kakak kelas yang
sepertinya kebanyakan menindas adik-adik kelas. He. Tapi aku bukan kakak kelas
yang seperti itu ya. Soalnya, aku paling nggak tega kalau harus mengerjai adik
kelas. Sok iya banget yach… Hehehehe…! Pagi ini aku berangkat dengan hati yang cukup
lumayan deg-degan. Nggak tahu kenapa
hari ini aku ngerasa nervous banget. Aku berangkat ke sekolah naik becak. Begitu
sampai di depan gerbang sekolah aku
melihat banyak sekali anak berseragam SD di halaman depan sekolahku. Oh, ternyata
mereka semua murid baru yang sama sepertiku, memulai hari pertama di SMP ini. Oh
ya, aku belum memperkenalkan diriku ya..?? Namaku Chika Putri Ramadhan. Kalian
bisa panggil aku cukup dengan Chika.
Soalnya temen-temenku juga biasanya panggil aku dengan sebutan itu. Eh, lanjut.
Jujur, aku merasa geli saat aku melihat adik-adik kelas baruku. Mereka semua
memakai pita rambut yang walaupun jumlahnya cuma 4 ikatan tidak seperti sekolahan
lain yang jumlah ikatannya cukup banyak dan membuat mereka terlihat lebih lucu
lagi. Hehehe… Jadi inget pas dulu. Sama kayak mereka, aku pun di MOS. Saat itupun
kita sebagai murid baru diwajibkan untuk memakai 4 pita untuk mengikat rambut
kita menjadi 4 ikatan. Selain itu, kita juga diwajibkan memakai tas dari
kresek, sekaligus memasang papan nama yang terbuat dari kertas asturo dengan
warna sesuai dengan kelompok MOS kita. Kelompokku memakai kertas asturo dengan
warna biru, warna kesukaan mamahku. Sesaat kemudian aku tersadar. Duh, jadi
ternostalgia nih, sampe-sampe lupa mau cepet-cepet masuk ke kelas. Dengan
langkah setengah berlari, aku berjalan ke arah koridor kelas 2. Koridor yang
nantinya akan setiap hari kulalui karena aku telah menjadi anak kelas 2 SMP.
Akhirnya aku sampai di taman depan kelas 1A yang sebenernya sih nggak bisa
disebut taman, abis banyak kayu-kayu nggak jelas gitu. “Chika…..!!! Kita
sekelas lagi!!!”, seru Veny dari depan pintu kelas 2E. Dan aku hanya bisa
memandang bingung ke arahnya. Secara baru aja datang langsung diteriakin kayak geto, hehehe. Dasar
anak aneh. Kemudian aku mendekatinya. “Apa tadi lo bilang kita sekelas?? Kelas berapa?? Kok gue sekelas lagi sama lo??”, kataku dengan pandangan pura-pura kecewa.
Hehehe.. “Chika kok gitu sich… Jahat ih..”, jawab Veny manyun alias cemberutnya
nggak ketulungan. “Hahahaha… Canda kali Ven..! Aku malah seneng kali bisa
sekelas lagi sama lo. Hehehe…
Udah donk jangan cemberut lagi… ^-^.. smile!! Eh ya, tempat duduk kita yang
baru mana ya?? Yang mana nih Ven?? Di depan kan??”, kataku mengalihkan
pembicaraan. “Oya!! Jangan khawatir, gue kan ngerti lo banget. So, langsung aja gue tempatin tempat duduk paling depan and
persis banget depannya papan tulis. Hehehe..”, jawab Veny kilat. “Ya deh…
sahabatku satu ini pengertian banget… Makasih ya pren!! Eh gue taruh tas dulu ya..”, kataku sambil
memasuki kelas baruku. Aku melihat ke sekitar, wajah-wajah yang agak asing
buatku, walaupun ada beberapa yang sudah aku kenal, seperti temen sekelasku pas
aku kelas 1A dan temen-temen kelas sebelah, kelas 1B. Sedangkan untuk teman-teman yang lain, aku belum pernah mengenalnya. Setelah
aku menaruh tasku di bangku yang tadi Veny tunjukkan, aku segera menghampiri
Veny yang menungguku di depan pintu kelas baru kami. “Mau kemana lagi nih
Bu??”, tanyaku pada Veny. “Ba.. Bu... Ba.. Bu… enak aja!”, cemberut lagi.
“Bercanda sih Ven.. He. Peace ah..”, kataku. “Liatin anak-anak kelas satu di MOS aja yuk. Kayaknya seru,
sambil inget-inget jaman jebot boo… Hahaha..”, saran Veny. “Duduk di taman ini
aja ya… Ntar mereka juga bakalan pada lewat ke sini kok. Yakin!”, kataku yakin.
“Eh iya, kamu kan anak OSIS, kok nggak ikut nge-MOS? Kenapa?”, tanya Veny.
“Nggak kenapa-kenapa. Males aja ikut panas-panasan gitu. Lagian capek. Ya
kan?”, jawabku sambil mulai duduk di taman percis depan kelasku. Tak lama kemudian
Yunus menghampiriku. “Lagi apa woy!? Ira kok duduk ning kene? Kenapa nggak
ikutan nge-MOS anak-anak kelas 1?”, tanya Yunus. (Ntu artinya, lagi apa woy!?
Kamu kok duduk di sini?, dengan kata lain ira tu artinya kamu sedangkan kita
artinya saya. Bahasa apa coba?? Ya bahasa Cirebon donk!! Ngerti bli
cung!!? He.) “Nggak apa-apa. Eh Nus,
kita sekelas ya? Lo duduk di
sebelah mana?”, tanyaku. “Kita duduk di bangku paling pojok belakang sama temen
pramuka kita. Ira ning Endi??”, kata Yunus padaku. “Ntu bangku yang ada tas
warna pink nya. Hehe..”, jawabku sambil cengir. “Dasar maniak pink!! Liat bocah
kang lagi pada di mos yuk!?”, ajak Yunus. “Nggak ah kita nunggu ning kene bae. Males panas-panasan, ntar item. Ira bae gih sana
nonton bareng temen pramuka ira.”, jawab Veny yang sepertinya sependapat
denganku. Hh... hari ini emang kerasa panas banget! Karena nggak berhasil
ngebujuk kita buat nonton mos anak kelas 1, akhirnya Yunus pergi meninggalkan
kita berdua yang kemudian sepertinya mendekati temen pramukanya. Beberapa menit
kemudian. “Kayaknya bentar lagi masuk deh, masuk ke kelas aja yuk. Abis lama
sih nunggu anak kelas 1 lewat. Yuk!?”, ajak Veny sambil narik tangan kananku
agar mengikutinya masuk ke kelas. Aku pun akhirnya pasrah, dan kemudian
mengikutinya dari belakang.
Perasaanku hari ini,
seneng sih, tapi nggak tahu kenapa kerasa ada yang ilang aja. Apa mungkin
karena kelulusan kakak kelas 3 kemarin?? Atau karena aku sekelas lagi sama anak
paling cerewet yang pernah aku temui? Hehe nggak dink canda. Secara nggak
mungkin gitu gara-gara Veny. Justru aku malah seneng bisa sekelas lagi sama
orang memang dari awalnya aku harapkan untuk sekelas lagi denganku di kelas 2
ini. Ya, sepertinya gara-gara kakak itu. Namanya Kak Vicky, Vicky Aditya
Perdana. Itu nama yang aku baca di seragam yang dia pakai saat aku masih dalam masa MOS dulu. Sepertinya
aku suka sama dia. Ini
berawal dari tugas MOS, untuk meminta tanda tangan kakak OSIS. Aku bingung.
Sepertinya aku dapat tanda tangan yang sedikit. Siapa lagi ya yang bakal aku
mintai tanda tangan secara aku nggak tahu siapa nama dan jabatannya. aku
melihat ke sekeliling. Adakah kakak kelas yang bisa aku mintai tanda tangan??
Pandanganku tertuju pada sejumlah anak-anak yang sedang berkerubung. Sepertinya
mereka sedang meminta tanda tangan pada seorang kakak cowok yang wajahnya tidak
begitu jelas ku lihat. Nggak
pake acara banyak mikir, langsung aja aku ikut mengerubungi kakak itu. Tak lama
kemudian sepertinya kakak kelas itu akan meninggalkan kerubungan itu karena
kegerahan. Dan dugaanku tepat, dengan sigap kakak cowok itu menerobos kepungan
yang dibuat beberapa anak kelas 1. Aku sedikit kecewa, namun tak apa. Aku
mencari kakak kelas di tempat lain. Sepertinya beberapa dari mereka bersembunyi
untuk menghindari kepungan anak-anak kelas 1 yang sebenarnya karena ulah mereka
sendiri, akhirnya mereka diburu oleh anak-anak kelas 1. Aku mulai menyusuri SMP baruku yang sebenernya
aku bingung ruangan apa itu semua?? Kelas kah? Atau kantor kah??? Dimana kakak
kelas yang lain?? Kenapa semuanya nggak ada?? Aku mulai putus asa dan
sepertinya lagi aku sudah mulai malas mencari kakak-kakak kelas yang notabene
rese-rese. Yah maklum baru punya adik kelas kayaknya. Tapi sesaat kemudian aku
teringat pada kakak cowok yang tadi belum sempat aku mintai tanda tangannya.
Dengan segera aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Namun usahaku sia-sia.
Tak kutemukan dia di tempatku berdiri sekarang. Semakin lama semakin malaslah aku untuk mencari kakak kelas yang bakal aku mintain
tanda tangannya. Tanpa sadar aku sedang menuju ke taman depan ruang OSIS.
BUUKK!!! AUUWW!! Bahu kananku sakit! Ni orang matanya kemana sih?? Pikirku
dalam hati. Saat aku mengangkat wajahku, aku melihat sesosok cowok yang tinggi,
putih, dan.... cakeeeep!!!!
Kayaknya aku sempat melihatnya barusan. Tapi dimana ya?? “Dek..?? Sakit nggak
bahunya?? Maafin kakak ya...”, katanya yang membuatku ingat kapan dan di mana
aku bertemu dengan cowok ini. “Ah, nggak kok Kak. Cuma sakit dikit sih. Oya,
kakak ini OSIS kan? Yang barusan dikerubungin anak-anak, trus pergi gitu aja
gara-gara kakak dikepung ama anak-anak baru kayak aku ya??”, tanyaku. “Loh, lo kok tahu?”, tanya si kakak cowok itu. “Ya
jelaslah gue tahu, orang gue juga pengen minta tanda tangan kakak tapi
kakaknya keburu pergi..”, jawabku polos. “Ya sorry lah.. Ya sudah mana bukunya? Sini gue tanda tanganin.”, katanya sambil
mengulurkan tangan kanannya kepadaku seraya meminta bukuku untuk dia tanda
tangani. “Nih..”, kataku sambil menyodorkan buku yang kakak itu minta. Beberapa
saat aku tertegun melihat wajah kakak itu. Ya ampun. Cutenya!!! “Nih udah
selesai..”, katanya singkat yang sekali lagi membuyarkan pikiranku. Eh.. kakak
ini nulis lengkap namanya berserta jabatannya di OSIS. “Makasih banget kak!!”,
ucapku sambil melemparkan senyum manis padanya sebagai bentuk ucapan terima
kasih. “Sama-sama. Lagian itu juga sebagai ucapan maaf udah nabrak lo.”, katanya lembut banget. Dan sepertinya aku
tersipu malu, entah memerah atau tidak. Yang jelas mulai saat itu aku merasa
aku mulai mengaguminya. “WOY..!!! Kamu lagi kenapa sih?? Kok
senyum-senyum sendiri? Pake acara mukanya memerah lagi.. Lagi mikirin apa sih??
Mikirin… COWOK YA??”, ejek Veny terang-terangan. “Ih siapa lagi yang mikirin
cowok! Orang aku lagi nginget-nginget kak Vicky..”, uppsss…keceplosan
deh..pikirku. “Tuh kan…
Bener… Cowok! Kak Vicky…!! Cie..!! Masih inget aja nih… Kangen ya..?”, ejek
Veny sekali lagi, dan ini benar-benar membuatku tersipu-sipu luma alias malu.
Langsung aja aku pura-pura ngehirauin ejekannya Veny. Begitulah. Dan akhirnya
aku terselamatkan oleh kedatangan wali kelasku yang baru. Ternyata beliau itu
guru bahasa Indonesia aku juga loh!! Senangnya..
“Assalamu
‘alaikum anak-anak!”, sapa wali kelasku itu. “Perkenalkan nama ibu, Tating
Tresnowati. Di kelas ini, ibu mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Sekarang, giliran kalian memperkenalkan diri. Tapi sebelumnya, apabila ada yang
ingin ditanyakan terlebih dahulu maka tanyakan saja sekarang. Ada yang ingin bertanya?”, ujar beliau. Beberapa
saat kemudian, “Bu, Ibu rumahnya dimana? Kalau saya mau main ke rumah Ibu
kapan-kapan boleh nggak Bu?”, tanya seorang cowok yang duduk di pojok belakang,
dan sebangku dengan Yunus. “Mm… Rumah Ibu di PERUMNAS. Kalau ingin alamat yang
lebih jelas nanti saja saya berikan ke kamu sehabis pelajaran ini. Oya. Apabila
dari kalian yang ingin menghubungi saya via telepon, kalian dapat menghubungi
saya di nomor 0231 235689. Mm.. baik ada lagi yang ingin bertanya?”, jawabnya. Untuk
beberapa saat ibu Tating menunggu kemungkinan pernyataan selanjutnya, namun
sepertinya tidak ada. “Baik. Apabila tidak ada yang akan bertanya lagi,
sekarang ibu ingin kalian memperkenalkan diri kalian masing-masing kepada Ibu
dan teman sekelas kalian. Dimulai dari bangku paling depan dari posisi sebelah
kiri ibu berdiri sekarang.”, pinta Ibu Tating. Anak pertama mulai maju ke depan
kelas untuk memperkenalkan dirinya kepada kita-kita anak sekelas. Namanya Inne.
Sepertinya, dia tipe orang yang agak pemalu dan pendiam deh. Habis dari cara
bicaranya, singkat banget. Tapi, ga apa-apa kok. He. Kedua, namanya Putri.
Cantik yah anaknya! Kayaknya sebangku ini anaknya pendiam semua deh! Hehehe..
gpp. Emm.. terus kayaknya lagi, kalau Putri selesai memperkenalkan diri,
giliran aku deh yang maju ke depan buat ngenalin diri sama anak-anak. Hhh…
YUP!!!
SEKARANG GILIRANKU DEH!! Mm.. ayo Chika berani!! Sesampainya di depan kelas,
“Assalamu ‘alaikum.. Mmm.. Namaku Chika Putri Ramadhan, aku dari kelas 1A. Mm..
aku, paling suka sama semuanya yang bernuansa pink. Aku tinggal di Jalan Dr.
Sutomo nomor 32A. Senang berkenalan dengan kalian.”, sapaku pada semua teman
sekelasku. “Baik. Ada
yang ingin kalian tanyakan pada.. Chika?”, kata Ibu Tating yang sepertinya
sedang mulai menghafal nama-nama kami. “Ada Bu!”, seru seorang cowok yang tadi
melontarkan pertanyaan kepada Ibu Tating. “Ya, kamu. Sebutkan terlebih dahulu
siapa nama kamu, kemudian kamu mulai bertanya.”, kata Ibu Tating. “Nama saya
Adit. Mm, oya, kamu bilang kamu suka pink ya? Kenapa suka pink? Padahal merah
bagus loh! Pink itu kan
jelek!! Norak lagi! Mm.. lagian sama warna kulit kamu, agak kurang pantes
gimana gitu..”, tanyanya yang lebih tepatnya sebuah ejekan. “Maaf, kalau
menurut saya, mau saya suka warna pink kek, biru kek, merah kek. Bukan urusan
kamu deh!! Dan untuk urusan pantes nggak pantes, EMANG GUE PIKIRIN..!!”,
tukasku kesal. “Udah.. Udah! Kok malah ribut?! Ya sudah.”, henti Ibu Tating.
“Nanti dulu bu, tadi aku nggak begitu jelas sama namanya? Nama dia siapa sih
Bu?”, tanya cowok itu sekali lagi. “C H I K A
P U T R I R A M A D H A N. Sudah
cukup jelaskah??”, jawabku singkat, yang kemudian diikuti oleh anggukannya. “Ya
baiklah sudah cukup. Chika silahkan kembali ke tempat duduk kamu sekarang.”,
perintah Ibu Tating padaku. Ih nyebelin banget sih tuh cowok!!!! Pertanyaannya
nggak ada yang mutu!!!!!!!!! Gila!!! Dasar sakit jiwa!!!!! Akhirnya sekian jam
aku habiskan bersama dengan rasa kesalku pada cowok super sakit jiwa tadi!!! Satu
persatu temanku maju. Namun hanya beberapa nama saja yang nyangkut di otakku.
Mungkin bisa diitung pake jari. Tak lama kemudian, bel istirahat pun akhirnya
berbunyi. Dan ini tandanya bahwa mata pelajaran pertama kami akan segera usai
hanya dengan hitungan menit bahkan mungkin detik. Ibu Tating pun akhirnya
meninggalkan kelasnya untuk beranjak menuju ruang guru yang letaknya pas di
depan kelasku. Dan dengan segera, “Chika ke kantin yuk, beli baso cuanki. Laper
banget nih..”, rengek Veny padaku. “Iya bentar…”, kataku santai menanggapi
rengekan Veny yang semakin menjadi. “Duh Chika, perutku tuh ya, udah nggak
tahan… cacingnya tuh udah manggil-manggil tau!! Gimana kalo gue duluan aja ke
kantin ntar lo nyusul sama sapa kek,, gimana?? Yah?”, pinta Veny yang
sepertinya sudah terlalu lapar. “Ya udah gih sana. Ntar gue nyusul. Ya udah buruan sana
ntar cacingnya malah makanin kulit lambung lo. Hehehe…”, kataku yang sedikit
mengejek. Akhirnya Veny pun segera menuju ke kantin kesayangannya itu untuk
membeli makanan kesukaannya. Veny… Veny… Dia terlihat naas saat dia sedang
kelaparan. Hahahaha…. Aku kembali membereskan tas ku yang tadi pas mata
pelajaran ibu Tating, aku mengeluarkan satu buku tulis kosong dan tepak
pensilku (tepak=tempat pensil). Yup, beres!! Tapi kayaknya rambutku acak-acakan
deh. Hehe… sisiran dulu ah!!! Nggak apa-apa kan toh si Veny sepertinya masih ngantri
buat ngedapetin satu mangkok baso cuanki kesukaannya. Aku kembali lagi duduk di
bangkuku, dan kemudian mengambil sisir dari dalam tas ku. Aku melepaskan tali
rambut yang sedari tadi mengikat rambutku, dan mulai merapikan rambutku. Pas
aku lagi ngerapihin rambutku, “EH… HEH..!! Lo yang lagi nyisir!”, kata sebuah
suara. Aku menoleh ke arah datangnya suara itu. “Maksud lo gue?!”, tanyaku
sinis. Ternyata suara itu milik cowok nyebelin itu!! “Ya iyalah, siapa lagi
coba.”, katanya yang membuatku semakin sebel sama tu cowok. “Ada apa ya?!”, tanyaku jutek. “Nggak, boleh
tau nama lo lagi nggak?? Tadi gue nggak begitu jelas.”, tanyanya yang
sepertinya lebih sopan dari sebelumnya. “Nama gue??? Siapa ja!!”, kataku kesal.
“Kok gitu!! Gue kan
nanya baik-baik.”, balasnya. “Tanya aja sama cewek yang di depan lo! Dia tau
nama gue!!”, kataku sambil berlalu meninggalkan hal yang nggak penting kayak
cowok itu. Di seperjalanan aku mulai ngedumel (bergumam kesal), aneh banget sih
tu cowok!! Nggak penting banget!!! Tanpa sadar aku sudah sampai di kantin dan
Veny sedang asyik melahap basonya. Hh.. “Napa
sih lo??? Kucel gitu mukanya? Pake acara ditekuk lagi pula!!”, tanya Veny aneh.
“Nggak. Lo tadi tahu kan
cowok super nyebelin yang pas pelajarannya ibu Tating nanya pertanyaan yang
nggak penting sama gue??”, kataku curhat. “Ya inget!! Emang kenapa??”, tanyanya
penasaran. “Tadi tuh ya, ngulang lagi pertanyaannya. Pake basa basi nanya nama gue
lagi! Apa nggak risih??!!”, kataku yang sepertinya sambil manyun. “Suka kali
sama lo.”, kata Veny seperti tanpa dosa. “Ihh… amit-amit deh!! Nggak banget!!
Udah ah mau beli soto dulu. Jadi laper gue!!”, kataku muak ngebayangi hal
menjijikan macam itu. Kemudian aku beli soto, dan melahapnya seperti orang yang
kelaparan padahal sebenernya lagi marah. Ya, dengan itulah aku bisa meluapkan
kekesalanku. Yup!
Hari
ini adalah hari kedua aku menjadi anak kelas 2 SMP. Dan mungkin gara-gara cowok
rese itu, hari ini menjadi hari yang biasa saja, bahkan mungkin akan menjadi
hari yang sangat menyebalkan, dan ini bener-bener karena ulah cowok aneh itu.
ARRRRGGGHHHH…..!!!!!!!! BODOH!! Aku mulai melewati koridor kelas 1. Nggak tahu
kenapa, tiba-tiba aku ngerasa kangen banget sama kak Vicky. Di tangga itu, aku
pernah ngumpet supaya nggak ketahuan sama kak Vicky. Hari itu adalah hari perpisahan
kakak kelas 3 sekaligus kenaikan kelas 1 dan kelas 2. Di kelas 1A aku meraih
rapor caturwulan 3, dan ternyata aku meraih rengking 3 di kelas. Seneng banget.
Tapi nggak tahu kenapa, ada yang kerasa ngeganjel di hati. Nggak lama kemudian, Veny ngajak aku
masuk ke aula buat nonton acara perpisahan kakak kelas 3 yang notabene
didominasi anak-anak kelas 3 dalam penampilan acara tersebut. Ada rasa enggan buat aku masuk ke aula itu.
Semakin aku mendekati aula itu semakin muncul rasa enggan itu. Tapi dengan
paksaan Veny, aku pun akhirnya masuk ke aula itu. Di dalam sana aku melihat senyum bertebaran di raut
wajah kakak kelas 3. Sepertinya mereka sangat bahagia. Namun, ternyata dibalik
senyuman itu ada rasa haru dalam pandangan semua anak kelas 3. mereka sangat
merasa bahagia dan juga sedih karena mereka sadar bahwa sebentar lagi mereka
itu bukan anak SMP lagi. Aku memusatkan perhatianku pada panggung yang ada di
aula. Akan ada sebuah band yang tampil di sana.
Aku melihat sosok yang nggak asing buatku di atas panggung itu. Itu kak Vicky.
Band itu band anak kelas 3E, yang sedang melakukan persiapan. Beberapa menit
kemudian, band itu siap tampil. Dan tatapan dan perhatianku semakin terpusat
pada band yang akan tampil beberapa detik lagi. Nada demi nada mulai di
lantunkan. Seiring dengan lantunan itu, air mataku mulai jatuh membasahi pipiku
tanpa aku sadari sedikitpun. Veny yang duduk di kursi depan aku lah yang
menyadari kalau aku sedang menangis. “Chik, lo kenapa?? Kok nangis?? Duh… jangan
nangis gitu donk. Ini pasti gara-gara gue deh ngajak elo nonton acara
perpisahan ini, yang sekarangnya si Vicky lagi pentas di panggung. Duh… sorry
ya Chik, gue nggak maksud buat bikin lo nangis. Lagian juga gue nggak tahu kalo
nantinya Vicky bakalan tampil ngeband di acara perpisahan ini. Sorry ya, Ka..”,
ujar Veny yang sepertinya ngerasa bersalah. “Iya ya. Kok gue nangis ya?
Harusnya gue kan
seneng hari ini karena hasil rapor gue dan karena kelulusan kak Vicky, orang
yang gue suka selama ini.”, kataku. “Kenapa lo nggak bilang suka aja sama
dia?”, usul Veny padaku. “Ya nggak mungkinlah, secara pertama dia udah punya
cewek, selain itu juga elo tahu sendiri kan
gue itu macem cewek yang kayak apa. Gue itu bukan cewek yang suka banget sama
dandan, gue juga termasuk cewek yang agak tomboy, ngasal, dan semacemnya lah.
Dan karena itu, jangankan buat sekedar dengerin gue ngomong, ngeliat tampang
gue aja kayaknya nggak bakalan mau deh.”, jelasku panjang lebar. “Ya nggak gitu
juga sih.. Ya udah, lupain aja ya. Nikmatin aja hari ini. Ok, Pren!!?”, hibur
Veny. Kemudian aku melihat lagi ke arah panggung, namun kali ini pandanganku
tertuju pada salah satu teman aku yang lagi ngambilin foto penampilan bandnya
kak Vicky. Tiba-tiba terlintas dipikiran aku sebuah ide.
Saat
teman aku itu lewat disamping barisan tempat duduk aku, aku langsung manggil
temen aku itu. “Hei WT!!”, seruku. Begitulah aku memanggil namanya, sama halnya
seperti teman-temanku. Nama lengkapnya sih Wuliandari Tri Putri, bisa disingkat
WT, he… “Hei, Ka! Ada
apa?”, tanyanya. “Eh elo tadi ngambil foto bandnya kak Vicky kan? Lengkap nggak anak-anaknya?”,
selidikku. “Emang kenapa Ka?”, tanyanya singkat. “Nggak. Gue boleh ikut afdruk
nggak? Ikut nyetak fotonya gitu..”, pintaku. “Elo suka sama salah satu personelnya
ya?? Siapa? Kasih tahu gue donk.. hehehe.”, tebaknya yang kebetulan tepat.
“Emm… Ada dwehh… tapi boleh kan??”, tanyaku sekali lagi. “Iya boleh aja
kok. Berhubung karena film kamera gue udah penuh, so, gue mau cuci cetaknya
sekarang. Lo mau ikut?”, katanya. “MAU.. MAU!!! YUK! Eh Ven, gue tinggal lo
dulu ya, soalnya gue mau cetak fotonya Vicky.”, seruku sambil keceplosan.
Uppss… “Jadi lo suka sama Vicky? Ya ampyuuunn.. tahu gitu gue ajak lo main ke
rumah.”, kata WT. “Maksud lo?”, tanyaku bingung. “Rumahnya kak Vicky itu kan pas banget sebelah
rumah gue. Ah, elo sih baru bilang.”, jelas Veny. “Ya… derita gue kali… he! Ya
udah yuk ntar kak Vicky nya keburu pulang.”, ajakku. “Emang elo mau ngapain?”,
selidik WT. “AH elo nanya mulu! Kapan berangkatnya??”, kataku sedikit risih.
“Iya.. iya.. Kita berangkat sekarang.. Cabut dulu ya Ven!”, pamit WT. Aku dan
WT akhirnya berangkat menuju ke tempat cuci cetak foto.
Setelah
fotonya dicetak aku sama WT balik lagi ke sekolah. Kami berdua berpisah di
depan gerbang masuk. WT udah punya rencana lain sama cowoknya. Akhirnya, aku
jalan sendiri masuk ke dalam. Langkahku terhenti saat aku sampai di depan kelas
1B. Aku melihat kak Vicky berdiri tepat di depan aku. Sangat tepat di depanku.
Nafasku seakan berhenti sejenak. Dan aku terdiam. “HEI!!!! Kamu kenapa?”,
katanya yang lembut yang membuyarkan rasa shockku. “Eng… Eng… Enggak
kenapa-napa kok..”, kataku sedikit terbata-bata. Tiba-tiba kak Vicky tersenyum
depan aku sambil bilang, “Chika, aku udah tahu kok dari Veny.”. WHAT?? VENY
BILANG APA AJA KE DIA??! “Emangnya… Elo.. tahu apaan??”, kataku, yang
sepertinya masih terbata-bata. “Veny bilang ke aku kalo kamu suka sama aku
sejak aku nabrak kamu waktu MOS lo dulu. Veny bilang semuanya kok. Aku nggak
akan bersikap seperti yang kamu pikir. Aku juga sayang sama kamu.. tapi aku
sayang kamu seperti adik aku sendiri.”, jelasnya padaku sambil mengusap-usap
kepalaku, seperti terhadap anak kecil. Aku kembali tertegun melihat sosok yang
ada di hadapanku ini. Tidak mengapa jika dia menganggapku sebagai adik saja.
Yang terpenting buatku sekarang adalah dia tahu kalau aku pernah suka sama dia.
Walaupun hanya itu, aku sudah cukup senang. Terima kasih Veny. “Eh, yang kamu
pegang itu apa Chika??”, tanyanya yang mengarah pada beberapa lembar foto yang
sedang aku pegang. “Oh.. ini foto bandnya kakak. Tadi temen aku ngambil foto
bandnya kakak. Trus udah itu aku ikutan cetak foto bandnya kakak, soalnya.. aku
takut kalo aku nggak akan ketemu lagi sama kakak. So, boleh aku minta tanda
tangannya???”, jawabku menjelaskan. “Ya ampun Chika, kayak apa aja. Ya boleh
kali…”, katanya sambil meraih beberapa foto yang kupegang sedari tadi. Hari ini
aku seneng banget. Soalnya ini pertama kali aku ngobrol sama kakak secara
akrab. Aku senang dan ini berkat Veny. Sampai sekarang foto itu masih tersimpan
dan kuletakkan di tengah-tengah lembaran buku harianku. Aku memang menyukai kak
Vicky, namun sepertinya aku bahagia dengan pernyataan kak Vicky waktu itu. Dan
sekali lagi ini berkat Veny, sahabat baikku.
DUH!!!
Gara-gara keinget kak Vicky lagi aku sampe lupa mau ke kelas. Uuhh.. sampe
kapan sih aku harus suka sama kak Vicky!!! Sampe kapan???! Hh..!! Sesampainya
di dalam kelas aku langsung disambut oleh Veny yang sepertinya sudah dari tadi
dia sampai di sekolah. Tak lama kemudian bel masuk pelajaran pertama pun
dimulai. Pelajaran pertama hari ini adalah mata pelajaran bahasa Inggris. Guru
bahasa Inggris di kelasku bernama Ibu Indah. Kelihatannya sih Bu Indah bukan
termasuk guru yang galak. Tapi nggak tahu juga tuh. Yah sudahlah nggak terlalu
penting ini. Hehehe! Pokok bahasan pertama kami tentu saja masih berkutat pada
yang namanya perkenalan yang kata Ibu Indah sih namanya “INTRODUCTION”, dengan
segala logat yang dimiliki oleh Ibu Indah. Lucu ternyata kalau Ibu Indah lagi ngomong.
Logat Sundanya kedengeran buangeeeettt!!! Hehehe. Tapi nggak apa-apalah, asyik
juga punya guru unik. Seperti hari kemaren, perkenalan diri pun dimulai dari
tempat yang sama. Satu persatu teman-temanku memperkenalkan diri mereka
masing-masing sambil memakai bahasa Inggris yang mereka kuasai. Ada yang merasa canggung.
Ada juga yang
terlihat sangat percaya diri. Tapi aku salut loh sama mereka. Nggak kerasa,
giliran aku nih sekarang. Rada canggung juga sih secara belum kenal semua anak
di sini. “Assalamu ‘alaikum.. Hai Friends!! In this moment I wanna introduce my
self. My name is Riska Ramadhini. I was born on March, 28th 1990.
Now I live at Jalan Dr. Sutomo 20H Kesambi Cirebon. Do you know that street?? Ok. Of
course I love pink very much. I always collect everything with pink colour. If
you have everything with pink colour, you can tell me, and I will change your
property with mine. OK. It is enough for me to introduce my self. Any question
for me?”, jelasku yang lumayan cukup panjang lebar dan deg-deg-an. 1 menit aku
nungguin pertanyaan dari teman-teman baruku. Tapi sepertinya nggak bakal ada
yang tanya. Alhamdulillah deh. Hehehe. Fiuuuhhh…!! Giliranku usai. Sekarang
gililran Veny dan teman-teman lainnya. Jujur, sebenernya sih agak BT juga sih
buat nungguin anak-anak perkenalan nggak jelas. Tapi banyak juga kok
teman-teman aku yang gokil abis. Jadi suasana yang harusnya ngebosenin, karena
ulahnya mereka-mereka yang gokil, suasana pun jadi ngasikin, walaupun nggak
terlalu sih buat aku, yang notabene gampang bosenan sama suatu hal. (bersambung)